Senin, 16 November 2015

Asalkan Bukan Rama dan Shinta

“Buat apa cinta jika kau tidak percaya padaku, buat apa sayang jika kau terus berprasangka yang bukan-bukan.”
Bermula ketika saya baca salah satu tulisan penulis paling keren, Tere Liye. Tentang kisah cinta Rama dan Shinta yang biasa digadang-gadang romantis, justru berakhir tragis karena tak berlandas kepercayaan.

Siapa yang tidak mengenal Rama dan Shinta?

Pangeran gagah dari kerajaan Kosala? Dia tampan tak terkira, dia pintar tiada dua, dan jangan tanya soal kepribadiannya, Rama adalah pemuda tiada tandingan. Semua orang akan terpesona hanya dengan menatap wajahnya. Sedangkan Shinta adalah Gadis rupawan, puteri kerajaan Wideha? Dia cantik tak terperi, dia pintar tiada tanding, dan jangan tanya soal budi pekertinya, Shinta adalah gadis yang tumbuh dalam asuhan luhur. Semua orang bahkan terpesona hanya dengan mendengar bisik-bisik bagaimana jelita rupanya.

Mereka dijodohkan dalam sebuah sayembara. Sayembara unik. Peserta hanya diminta untuk menarik sebuah busur. Tapi, ini bukan busur biasa, busur ini adalah busur milik Dewa Siwa yang sakti mandraguna. Sekali dilesakkan, busur ini bisa membelah bumi. Hanya orang yang -amat sangat- terpilihlah yang sanggup menarik busur itu.

Singkat cerita, Rama-lah orang yang -amat sangat- terpilih itu. Satu-satunya pangeran dari seluruh pangeran rupawan. Pernikahan besar pun dilangsungkan. Rama sukses meminang Shinta, si puteri jelita yang kecantikan fisik serta hati telah tersohor kemana-mana. Tak lama setelahnya, Rama memboyong istri jelitanya ini ke Ayodya, kerajaan darimana ia berasal.

Seharusnya Rama-lah sang pewaris takhta kerajaan, namun karena suatu intrik, Rama dan Shinta justru dibuang dari kerajaan. Diasingkan di suatu hutan rima selama empat belas tahun lamanya. Shinta yang setia tak pernah sekalipun berpikir meninggalkan Rama. Kemanapun Rama pergi, kesanalah Shinta mengabdi. Bukti cinta Shinta yang tiada tara.

Dan disinilah legenda itu dimulai.

Rahwana, raja para raksasa yang bahkan membuat para dewa kalang kabut karena kesewenang-wenangannya, berniat menculik Shinta. Dengan menggunakan berbagai macam sihir, berhasilah Shinta diculik dan disekap di Alengka, kerajaan milik Rahwana.

Hancurlah hati Rama. Dengan segenap upaya dia berusaha menyelamatkan shinta. Dibantu oleh Laksmana (Adik Rama) dan Hanoman (panglima manusia kera) akhirnya berhasilah Rama menyelamatkan Shinta. Caranya? Rama memanfaatkan busur panah Dewa Siwa yang dihadiahkan padanya saat memenangi sayembara. Busur panah yang konon meruapakan pusaka sakti milik dunia.

inilah kisah mahsyur bernama Ramayana. Kisah wayang dengan ketinggian nilai sastra yang sulit dicari tandingannya itu.
Cerita sudah selesai? oh belum...........
 “Aku tidak bisa mempercayainya begitu saja, Laksmana.”-ucap Rama.
Rama meragukan kesucian Shinta. Berbulan-bulan Shinta ditawan oleh Rahwana dan sekelompok raksasa.
Apakah Shinta sempat ternoda?

Laksmana yang memahami keresahan Rama terus meyakinkan Rama bahwa Shinta hanya mencintainya. Namun, Rama tidak bergeming. Dia tetap mencurigai Shinta.

Akhirnya, digelarlah suatu ujian kesucian. Shinta diminta untuk berjalan di atas kobaran api. Bila dia selamat tanpa terbakar, maka kesuciannya tak perlu diragukan lagi.

Dan seperi yang diduga, Shinta selamat. Tak seujung kukupun api itu mampu menyentuh Shinta.
Rama bahagia, rakyat Ayodya bersorak-sorai.

Sudah selesai ceritanya? oh, masih jauh................


Kegembiraan itu ternyata menguap secepat embun yang terkena mentari. Rama kembali resah, ragu, dan penuh curiga. Saat itu, sudah cukup lama Shinta ditawan Rahwana, bukan tidak mungkin dia menguasai sihir hitam yang mampu membuatnya selamat dari kobaran api. 
Laksmana yang tidak tahan dengan kakaknya akhirnya memilih meninggalkan istana, menjadi pertapa. Kali ini Hanomanlah yang berusaha meyakinkan Rama, bahwa cinta Shinta sungguh tidak terbagi dua.

“Istrimu adalah perempuan terhormat, Paduka Rama, dia tidak akan berkhianat walau dalam pikiran sekalipun.”

Tapi Rama masih bergeming. Ujian kedua pun dilakukan.


Shinta dibuang di hutan rimba terpencil selama sepuluh tahun, begitu bunyi ujiannya. Tidak boleh ada yang menyertai, tidak boleh ada yang menemani. tidak boleh ada yang menolong.

Apakah Shinta marah? Tidak. Shinta memang sedih, namun tak sekalipun dia meragukan cinta suaminya. Shinta mengangguk patuh. Jangankan diasingkan, bila Rama memintanya untuk melakukan hal yang lebih sulit dari ini pun akan dia lakukan.

Sepuluh tahun Shinta terbuang karena prasangka. Dan yang tidak diketahui Rama, sesungguhnya saat itu Shinta sudah mengandung. Di hutan yang kelam, dia hampir dimakan oleh beruang buas. Beruntung, Resi Walmiki, seorang pertapa, menyelamatkannya.



Shinta pun tinggal di padepokan bersama Resi Walmiki dan murid-muridnya. Tak lama ia melahirkan bayi laki-laki kembar: Lawa dan Kusa. Anak-anak yang tumbuh dengan sangat cerdas dan rupawan seperti Rama, ayahnya.

Shinta bahagia kedua anaknya lahir sehat dan membanggakan meski tanpa ayahnya, namun hatinya kian terluka. Sepuluh tahun sudah berlalu, masa pengusiran sudah habis, kenapa Rama tak kunjung menjemputnya? Apakah Rama lupa pada istrinya yang dia buang?

Sia-sia Shinta menunggu, Rama tak kunjung datang. Bagai menunggu nasi tanak menjadi matang tanpa menghidupkan api di kompornya, hanya harapan semu yang teramat jauh dari nyata. Apakah Rama masih mencintainya? Tentu. Cintanya masih sebesar dulu, tak berkurang walau sejengkal. Namun resah di hatinya tak kunjung padam. Cinta tanpa rasa percaya, sungguh seperti meja yang kehilangan tiga dari empat kakinya, runtuh menyakitkan.


Kedua anak Shinta sedih melihat ibunya terperangkap dalam derita. Tanpa disengaja, akhirnya mereka tahu penyebabnya. Ayahnyalah penyebabnya. Ayahnyalah yang tega melakukan semua ini terhadap ibunya. Meledaklah kebencian yang teramat besar dalam diri kedua anak kembar itu.

Dengan penuh kebencian, mereka berangkat ke Ayodya, membuat kerusakan secara membabi buta. Rama yang mengetahui ada kedua anak yang berusaha menghancurkan kerajaannya, akhirnya pergi meninggalkan singgasananya, berusaha membunuh Lawa dan Kusa dengan busur Dewa Siwa miliknya.
Di saat yang genting, Shinta datang tepat waktu, menghentikan perang yang dalam hitungan detik akan berkecamuk hebat. Sembari memeluk anak-anaknya, Shinta menangis, “Dia anak-anakmu, Paduka Raja..”

Sedetik Rama tergugu, kebahagiaan memenuhi hatinya saat melihat Shinta datang dengan selamat kembali ke Ayodya dengan membawa kedua anaknya yang gagah perkasa. Namun kecurigaan mengambil alih ketentraman hatinya. Bagaimana mungkin kedua anak ini anakku?


Shinta tertunduk, dia tahu benar apa yang Rama rasakan. Lagi dan lagi, Rama menolak percaya padanya. Lagi dan lagi, semua ini tidak akan pernah berakhir. Lagi dan lagi, dia harus menerima kenyataan pahit bahwa Rama tidak akan mencintainya seperti dulu.

Apalah arti cinta jika tanpa sebuah kepercayaan?
Dan pagi itu, disaksikan beratus pasang mata, Shinta melakukan ujian terbesar yang pernah dilakukan seorang manusia, suatu pembuktian yang takkan pernah bisa disanggah ratusan dewa. Dengan penuh pilu ia mencabik-cabik tanah.


“Oh Bumi, bukalah pintumu, buktikanlah ke seluruh semesta, jika aku ini memang ternoda, maka tolaklah diriku yang hina, lemparkan aku kembali ke langit tanpa nyawa. Tapi jika aku memang suci, terimalah aku kembali, aku mohon. Aku sungguh tidak kuat lagi.”

Rama yang sadar apa yang akan dilakukan Shinta, berusaha mencegahnya dengan segenap cara. Tapi semua sudah terlalu terlambat. Sungguh kesadaran itu datang amat sangat terlambat.

"Jangan lakukan Shinta, kumohon, demi aku. Sungguh jangan lakukan. Maafkan aku yang tidak mempercayaimu..” Rama berlutut memohon dengan penuh penyesalan.


Tapi Shinta bergeming, sudah bulat tekadnya. Bumi merekah menjadi dua, tanpa ragu Shinta melompat ke dalamnya. Rekahan itu menganga dalam sekejap, kemudian menutup sempurna.

Rama menarik busur saktinya, busur sakti yang konon mampu membuat bumi terbelah. Dengan sepenuh tekad diarahkannya busur itu ke bumi, dengan harapan Shinta-nya dapat kembali. Tapi sayangnya Rama tak pernah tahu rahasia di balik busur itu.

Busur itu menyimpan rahasia. Sejatinya, busur itu milik Shinta, dan hanya bisa ditarik oleh orang yang diinginkan oleh Shinta. Itulah kenapa dulu Rama memenangkan sayembara itu. Karena Shinta mencintainya, dan menginginkannya menjadi suaminya. Dengan busur itulah Rama mampu mengalahkan Rahwana, karena Shinta menginginkannya.


Shinta telah ditelan bumi. Tidak ada lagi yang merestui busur itu. Tarikan Rama atas busur mengendur, dan busur itu jatuh berdebam di tanah, membuat debu berterbangan. Rama ikut jatuh terduduk, mengais-ngais tempat rekahan yang baru saja menelan tubuh istrinya. Rama berseru-seru, memanggil, memohon. Dia sungguh menyesal. Dia sungguh ingin minta maaf. Tetapi semua sudah terlambat.
Sungguh semua sudah amat sangat terlambat.

Kisah Rama dan Shinta mengajarkan betapa pentingnya kepercayaan dalam sebuah hubungan.kisah mereka menggambarkan kisah cinta sehidup semati.Ramatidak pernah bisa mencintai wanita selain Shinta. Begitupun Shinta.


SUMBER: http://rizkaamaliafulinda.tumblr.com/post/65325876325/asal-bukan-seperti-rama-dan-shinta -edited by me-


0 komentar:

Posting Komentar

 

Shofi's Plaven Template by Ipietoon Cute Blog Design and Homestay Bukit Gambang